Thursday 15 November 2012

Blog Abu Furqan

Blog Abu Furqan


Jihad dan Kepahlawanan dalam Islam (Tafsir QS. At-Taubah [9]: 86-89)

Posted: 09 Nov 2012 04:00 PM PST

وَإِذَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ أَنْ آمِنُوا بِاللَّهِ وَجَاهِدُوا مَعَ رَسُولِهِ اسْتَأْذَنَكَ أُولُو الطَّوْلِ مِنْهُمْ وَقَالُوا ذَرْنَا نَكُنْ مَعَ الْقَاعِدِينَ . رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ . لَكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَأُولَئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ . أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

"Dan apabila diturunkan suatu surah (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): 'Berimanlah kalian kepada Allah dan berjihadlah bersama Rasul-Nya', niscaya orang-orang yang memiliki kemampuan di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: 'Biarkanlah Kami berada bersama orang-orang yang duduk' [86]. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad) [87]. Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka, dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung [88]. Allah telah menyediakan bagi mereka syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar [89]. (QS. At-Taubah [9]: 86-89)

***

Surah At-Taubah merupakan surah yang banyak bercerita tentang peperangan dan keadaan orang-orang yang terlibat di dalamnya, termasuk empat ayat yang disebutkan di atas.

Imam ath-Thabari (w. 310 H) berkomentar tentang ayat ke 86, "Allah ta'ala berfirman, dan apabila diturunkan kepadamu wahai Muhammad satu surah dalam Al-Qur'an yang menyeru orang-orang munafiq, aaminuu billaah, yaitu benarkanlah Allah, dan wa jaahiduu ma'a rasuulih, yakni perangilah orang-orang musyrik bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka orang-orang yang memiliki kekayaan dan harta di antara mereka meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berperang dan tetap tinggal bersama keluarga mereka. Mereka berkata kepadamu, tinggalkanlah kami, kami duduk-duduk saja di rumah bersama orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan orang-orang yang tidak memiliki kemampuan melakukan safar bersamamu."[1]

Ibn 'Abbas radhiyallahu 'anhu, berdasarkan riwayat ath-Thabari, menyatakan bahwa uulu ath-thawl bermakna orang-orang yang kaya. Ibn Ishaq menyebutkan di antara mereka adalah 'Abdullah ibn Ubay dan al-Jadd ibn Qays.[2]

Ayat ke 87, menurut Imam Ibn Katsir (w. 774 H), merupakan pengingkaran dan celaan Allah ta'ala kepada orang-orang yang mundur dari peperangan, dari kalangan munafiqin. Orang-orang munafiq tersebut rela berada dalam kehinaan dan berdiam diri di rumah-rumah mereka bersama kaum wanita[3]. Di masa peperangan, orang-orang munafiq ini merupakan orang-orang yang paling pengecut, sedangkan di masa aman, mereka adalah orang yang paling banyak omongannya, sebagaimana firman Allah ta'ala dalam surah Al-Ahzab [33] ayat 19:

فَإِذَا جَاءَ الْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَإِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوكُمْ بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ

Artinya: "Maka apabila datang ketakutan (karena perang), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencacimu dengan lidah yang tajam."

Hati mereka dikunci oleh Allah ta'ala karena penolakan mereka dari kewajiban jihad dan keluar untuk perang di jalan Allah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga mereka tidak mengetahui apa yang baik bagi mereka dan apa yang buruk.[4]

Setelah mencela orang-orang munafiq yang enggan untuk berjihad, Allah ta'ala kemudian memuji orang-orang yang beriman yang berjihad bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan harta dan jiwa mereka pada ayat ke 88 dan 89. Imam ath-Thabari menyatakan bahwa walaupun orang-orang munafiq tidak ikut berperang, namun orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya tetap berjihad bersama Rasul, mereka menginfaqkan hartanya untuk keperluan jihad dan mengikuti peperangan dengan segenap jiwa raga mereka.[5]

Menurut Imam al-Baidhawi (w. 685 H), makna al-khairat yang akan didapatkan oleh orang-orang yang beriman yang ikut berjihad bersama Rasul adalah keuntungan di dunia dan di akhirat. Di dunia mereka mendapatkan kemenangan dan ghanimah, sedangkan di akhirat mereka akan mendapatkan surga dan kemuliaan. Dan ayat ke 89 merupakan gambaran tentang kebaikan di negeri akhirat yang akan mereka dapatkan.[6]

Syaikh Wahbah az-Zuhaili, mufassir kontemporer, menyatakan bahwa empat ayat ini merupakan gambaran keadaan orang-orang munafiq dan orang-orang beriman saat menerima perintah jihad. Para gembong munafiqin yang memiliki kemampuan untuk berjihad dengan harta dan jiwa mereka memilih tidak ikut berjihad bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka merelakan diri mereka berada dalam kehinaan dan kerendahan dengan tinggal diam bersama orang-orang yang lemah yang tidak ikut berjihad. Hati mereka terkunci mati, sehingga mereka tidak mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang memberikan maslahat dan mana yang mudharat.

Sebaliknya, orang-orang beriman saat menerima perintah jihad, mereka bersungguh-sungguh mengorbankan harta dan jiwa mereka untuk meraih ridha Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dan balasan bagi mereka ini adalah keuntungan di dunia dan di akhirat, mendapatkan surga dan terbebas dari siksaan di akhirat.

***

Tanggal 10 November diperingati oleh bangsa Indonesia sebagai hari pahlawan. Peringatan ini mengambil momentum perjuangan Bung Tomo dan pasukannya melawan penjajah Belanda yang datang lagi ke Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia. Dan fakta menarik yang jarang diungkapkan adalah ternyata perjuangan Bung Tomo dan pasukannya terinspirasi dari seruan jihad yang dilantangkan oleh KH. Hasyim Asy'ari, seorang ulama mukhlis pejuang Islam, yang juga pendiri Nahdlatul 'Ulama (NU).[7]

Seruan jihad inilah yang mengobarkan semangat Bung Tomo dan pasukannya, dan semangat jihad seperti itu juga lah yang mengobarkan perlawanan para pahlawan muslim nusantara dari zaman ke zaman terhadap penjajah kafir Belanda. Mereka tidak rela negeri mereka dikuasai dan ditaklukkan oleh penjajah kafir, sumber daya alam mereka dikeruk habis dan aqidah mereka digadaikan.[8] Mereka lebih rela mati mulia sebagai syuhada daripada hidup terhina.

Dalam Islam hal ini merupakan hal yang wajar dan niscaya. Jihad[9] dengan makna perang dalam Islam merupakan salah satu kewajiban yang paling agung dan amal yang paling utama[10]. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَال وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ

Artinya: "Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci." (QS. Al-Baqarah [2]: 216)

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالاً وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيل اللَّهِ

Artinya: "Berangkatlah kalian baik dalam keadaan merasa ringan ataupun berat, dan berjihadlah kalian dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah." (QS. At-Taubah [9]: 41)

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Artinya: "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar."

Dalam sebuah hadits disebutkan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ: أَيُّ العَمَلِ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ: إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ. قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ. قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: حَجٌّ مَبْرُورٌ

Artinya: "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya: 'Amal apakah yang paling utama?', Rasul menjawab, 'Iman kepada Allah dan Rasul-Nya', beliau ditanya lagi, 'kemudian apa?', Rasul menjawab, 'Jihad di jalan Allah', beliau ditanya lagi, 'kemudian apa?', Rasul menjawab, 'haji yang mabrur'."[11]

Bahkan, dalam QS. At-Taubah ayat 86-87 Allah mencela orang-orang munafiq yang tidak mau ikut berjihad –ketika ada seruan jihad– padahal mereka mampu melakukannya.

***

Sejarah panjang kegemilangan Islam selalu diisi oleh cerita kepahlawanan dari para penguasa adil yang menerapkan hukum-hukum Allah, para ulama dan ilmuwan yang mewakafkan ilmunya untuk kebaikan umat Islam, dan para mujahidin yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah ta'ala. Dari kalangan penguasa, kita misalnya mengenal sosok Umar ibn al-Khaththab, Umar ibn 'Abdul 'Aziz, Harun ar-Rasyid, Sulaiman al-Qanuni dan Abdul Hamid II. Dari kalangan ulama dan ilmuwan kita mengenal Ibn 'Abbas, asy-Syafi'i, Ibn Firnas dan al-Khawarizmi. Dan dari kalangan mujahidin kita mengenal sosok Khalid ibn al-Walid, Thariq ibn Ziyad, Shalahuddin al-Ayyubi dan Muhammad al-Fatih. Sosok-sosok seperti mereka inilah yang terus lahir dari tubuh umat Islam sebagai bukti nyata keagungan Islam.

Aktivitas jihad telah dilakukan sejak awal mula masa Islam, sejak masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan terus berlangsung sampai masa kemunduran umat Islam, dan benar-benar ditinggalkan sejak runtuhnya Khilafah Islamiyah yang berpusat di Turki dan bercokolnya penguasa-penguasa zalim yang tidak mau menerapkan hukum-hukum Allah di negeri-negeri muslim. Sejak saat itu, jihad ditinggalkan[12] dan umat Islam terus dihinakan oleh musuh-musuh mereka.

Bagaimanapun, kewajiban jihad tidak akan bisa terlaksana secara sempurna tanpa adanya Khilafah. Kebutuhan umat Islam akan jihad meniscayakan kebutuhan umat Islam akan tegaknya kembali Khilafah, yang akan menerapkan hukum-hukum Allah dan menyebarkan Islam  ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.

Momentum hari pahlawan ini, sebagai refleksi perjuangan umat Islam di masa lalu, harus kita maknai dengan tepat. Jika para pahlawan muslim nusantara dulu berjihad untuk mengusir penjajah kafir Belanda, saat ini kita perlu berjuang sungguh-sungguh untuk mewujudkan kembali kepemimpinan Islam yang satu, yaitu Khilafah Islamiyah, yang akan terus menyerukan dakwah dan jihad sampai cahaya Islam menerangi seluruh penjuru bumi. Wallahul musta'an.


Catatan Kaki:

[1] Ath-Thabari, Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an, Juz 14 (t.tp: Muassasah ar-Risalah, 2000), hlm. 411-412.
[2] Ibid., hlm. 412.
[3] Kaum wanita tidak diwajibkan berjihad, berdasarkan hadits dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha. Beliau bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah ada jihad bagi kaum wanita, Nabi menjawab, 'Jihad tanpa perang, yaitu haji dan umrah.' Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Majah dan dishahihkan oleh Ibn Khuzaimah. Untuk lebih jelasnya, silakan merujuk pada kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah pembahasan tentang Jihad.
[4] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, Juz 4 (Riyadh: Daar Thayyibah, 1999), hlm. 196-197.
[5] Ath-Thabari, Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an, Juz 14 (t.tp: Muassasah ar-Risalah, 2000), hlm. 414.
[6] Al-Baidhawi, Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta'wil, Juz 3 (Beirut: Daar Ihya' at-Turats al-'Arabi, 1418 H), hlm. 93.
[9] Jihad, walaupun diwajibkan dalam Islam, tetap memiliki ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi, tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Silakan baca pembahasan tentang jihad dan hal-hal yang berkaitan dengannya dalam kitab asy-Syakhshiyah al-Islamiyah (2/146-270) karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani; al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (6/411-475) karya Syaikh Wahbah az-Zuhaili; al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (16/124-164).
[10] Hal ini misalnya diungkapkan oleh Syaikh Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (6/414) pembahasan Fadhl al-Jihad wa Manzilatuhu fi al-Islam.
[11] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 1 (t.tp: Dar Thauq an-Najah, 1422 H), hlm. 14, hadits no. 26. Hadits yang semisal ini juga banyak diriwayatkan oleh imam-imam ahli Hadits yang lain.
[12] Dalam skala kecil, jihad masih terus dilakukan oleh kaum muslim di daerah konflik semisal Palestina. Jihad yang benar-benar ditinggalkan adalah jihad di bawah komando khalifah dengan para tentara yang terlatih, dengan persenjataan lengkap. Jihad semacam inilah yang akan benar-benar membuat takut musuh-musuh Islam.

*****

Baca juga semua artikel di bawah ini:

Thursday 25 October 2012

Blog Abu Furqan

Blog Abu Furqan


Biografi Singkat Imam Asy-Syafi’i

Posted: 24 Oct 2012 05:00 PM PDT

Nama, Nasab, Kunyah dan Gelar Imam Asy-Syafi'i

Nama beliau adalah Muhammad ibn Idris ibn al-'Abbas ibn 'Utsman ibn Syafi' ibn as-Saib ibn 'Ubaid ibn 'Abdi Yazid ibn Hisyam ibn al-Muthallib ibn 'Abdi Manaf ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka'b ibn Luay ibn Ghalib. Kunyah beliau adalah Abu 'Abdillah. Nisbah beliau adalah al-Qurasyi (merujuk kepada suku beliau, suku Quraisy), al-Muthallibi (merujuk kepada kakek moyang beliau al-Muthallib), asy-Syafi'i (merujuk kepada kakek dari kakeknya beliau, Syafi'), al-Makki (merujuk kepada Makkah, kota tempat beliau tumbuh besar, sekaligus kampung halaman moyang beliau), al-Ghazzi (merujuk kepada Ghazza, kota tempat kelahiran beliau). Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada 'Abdu Manaf ibn Qushay.

Beliau mendapatkan gelar al-Imam, 'Alimul 'Ashr, Nashirul Hadits, dan Faqihul Millah, yang menunjukkan keutamaan dan keagungan pribadi serta ilmu yang beliau miliki.

Tahun dan Tempat Kelahiran Imam Asy-Syafi'i

Imam asy-Syafi'i berkata: "Saya dilahirkan di Ghazzah[1] pada tahun 150[2], dan saya dibawa ke Makkah saat berusia 2 tahun." Ar-Rabi' ibn Sulaiman berkata, "asy-Syafi'i lahir pada hari yang sama dengan kematian Abu Hanifah."

Imam asy-Syafi'i sudah yatim sejak kecil. Ayah beliau, Idris, wafat di usia yang masih muda. Ibu beliau lah yang membawa asy-Syafi'i kecil ke Makkah.

Nama-Nama Guru Imam Asy-Syafi'i

Di antara guru-guru Imam asy-Syafi'i adalah:

1. Di Makkah: Muslim ibn Khalid az-Zanji (mufti Makkah), Dawud ibn 'Abdurrahman al-'Aththar, Muhammad ibn 'Ali ibn Syafi' (sepupu dari al-'Abbas kakek Imam asy-Syafi'i), Sufyan Ibn 'Uyainah (seorang Imam besar dan Hafizh di zamannya), 'Abdurrahman ibn Abi Bakr al-Mulaiki, Sa'id ibn Salim, dan Fudhail ibn 'Iyadh.

2. Di Madinah: Malik ibn Anas (pendiri madzhab Malikiyah), Ibrahim ibn Muhammad ibn Abi Yahya, 'Abdul 'Aziz ad-Darawardi, 'Aththaf ibn Khalid, Isma'il ibn Ja'far, dan Ibrahim ibn Sa'd.

3. Di Yaman: Mutharrif ibn Mazin (imam dan muhaddits) dan Hisyam ibn Yusuf al-Qadhi.

4. Di Baghdad: Muhammad ibn al-Hasan (Faqih Iraq), Isma'il ibn 'Ulayyah, dan 'Abdul Wahhab ats-Tsaqafi.

Nama-Nama Murid Imam Asy-Syafi'i

Di antara murid-murid Imam asy-Syafi'i adalah: al-Humaidi, Abu 'Ubaid al-Qasim ibn Sallam, Ahmad ibn Hanbal (pendiri madzhab Hanabilah), Sulaiman ibn Dawud al-Hasyimi, Abu Ya'qub Yusuf al-Buwaithi, Abu Tsaur Ibrahim ibn Khalid al-Kalbi, Harmalah ibn Yahya, Abu Ibrahim Isma'il ibn Yahya al-Muzani, Ibrahim ibn al-Mundzir  al-Hizami, Ishaq ibn Rahwaih, Ishaq ibn Buhlul, Rabi' ibn Sulaiman al-Muradi, dan Rabi' ibn Sulaiman al-Jizi.

Komitmen Imam Asy-Syafi'i Terhadap Sunnah

Ada banyak riwayat yang menunjukkan begitu komitmennya Imam asy-Syafi'i berpegang teguh pada Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Berikut di antaranya:

1. 'Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal berkata, saya mendengar ayah saya berkata, bahwa asy-Syafi'i berkata, "Anda (Ahmad ibn Hanbal) lebih mengetahui khabar-khabar yang shahih dibanding saya. Jika ada khabar shahih, maka beritahulah saya, sehingga saya bisa mengikutinya, baik ia khabar dari orang Kufah, Bashrah, ataupun Syam."

2. Harmalah berkata, asy-Syafi'i berkata, "Setiap yang saya katakan, jika terdapat hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang bertentangan dengan pendapatku, maka hadits shahih itu lebih utama (untuk diikuti), dan janganlah kalian bertaqlid kepadaku."

3. Ar-Rabi' berkata, saya mendengar asy-Syafi'i berkata, "Jika kalian menemukan dalam kitabku ada pendapat yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka berkatalah sesuai sunnah tersebut, dan tinggalkanlah perkataanku."

4. Ar-Rabi' berkata, saya mendengar asy-Syafi'i berkata, setelah seorang laki-laki berkata kepada beliau, "Apakah Anda mengambil hadits ini wahai Abu 'Abdillah (asy-Syafi'i)?", beliau menjawab, "Kapanpun aku meriwayatkan sebuah hadits shahih dari Rasulullah, dan aku tidak mengambilnya, maka aku jadikan kalian sebagai saksi bahwa sesungguhnya akalku telah hilang."

5. al-Humaidi berkata, pada suatu hari asy-Syafi'i meriwayatkan sebuah hadits, kemudian aku bertanya kepada beliau, 'Apakah Anda mengambilnya?', kemudian asy-Syafi'i menjawab, "Apakah engkau melihatku keluar dari gereja, atau memakai pakaian para pendeta, hingga engkau mendengar hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan aku tidak berpendapat mengikutnya."

6. Ar-Rabi' berkata, saya mendengar asy-Syafi'i berkata, "Langit mana yang akan menaungiku, dan bumi mana yang akan membawaku, jika aku meriwayatkan satu hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun aku tidak berhujjah dengannya."

7. Abu Tsaur berkata, saya mendengar asy-Syafi'i berkata, "Setiap ada hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itu adalah pendapatku, meskipun kalian tak pernah mendengarnya dariku."

Imam Asy-Syafi'i dan Keutamaan Ilmu

1. Ahmad ibn Ibrahim ath-Thaiy al-Aqtha' berkata, al-Muzani menceritakan kepada kami bahwa ia mendengar asy-Syafi'i berkata, "Saya hafal Al-Qur'an saat usia tujuh tahun, dan hafal al-Muwaththa' pada usia sepuluh tahun."

2. Ar-Rabi' berkata, asy-Syafi'i berkata kepadaku, "Jika bukan orang-orang yang faqih lagi mengamalkan ilmunya yang merupakan wali-wali Allah, maka Allah tidak memiliki wali."

3. Asy-Syafi'i berkata, "Menuntut ilmu lebih utama dari shalat nafilah."

4. Abu Tsaur berkata, saya mendengar asy-Syafi'i berkata, "Seharusnya seorang faqih meletakkan tanah di atas kepalanya karena tawadhu' kepada Allah dan syukur kepada-Nya."

Pujian Ulama Terhadap Imam Asy-Syafi'i

Imam Asy-Syafi'i adalah permata di zamannya, banyak ulama yang memuji keutamaan beliau, di antaranya adalah:

1. Ibrahim ibn Abi Thalib al-Hafizh berkata, saya bertanya kepada Abu Qudamah as-Sarkhasi tentang asy-Syafi'i, Ahmad, Abu 'Ubaid dan Ibn Rahwaih, kemudian beliau menjawab, "Asy-Syafi'i adalah yang paling faqih di antara mereka."

2. Imam Ahmad berkata, "Sesungguhnya Allah ta'ala mendatangkan bagi umat manusia tiap permulaan seratus tahun seseorang yang mengajarkan sunnah kepada mereka dan menghilangkan kedustaan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan kami memandang di permulaan tahun seratus adalah 'Umar ibn 'Abdul 'Aziz dan permulaan tahun dua ratus adalah asy-Syafi'i."

3. 'Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal berkata, saya mendengar ayah saya berkata, "Seandainya bukan karena asy-Syafi'i, kami tidak akan mengenal fiqih hadits."

4. Qutaibah ibn Sa'id berkata, "ats-Tsauri wafat dan matilah wara', asy-Syafi'i wafat dan matilah sunnah, wafat Ahmad ibn Hanbal dan kemudian tersebarlah bid'ah."

Wafatnya Imam Asy-Syafi'i

Imam asy-Syafi'i wafat pada akhir bulan Rajab tahun 204 H di Mesir.

*****

Rujukan

Siyar A'laam an-Nubalaa karya Imam adz-Dzahabi (673-748 H)

Thabaqaat asy-Syaafi'iyyiin karya Imam Ibnu Katsir (700-774 H)

Thabaqaat al-Huffaazh karya Imam as-Suyuthi (849-911 H)


Catatan Kaki:

[1] Dikenal juga dengan nama Gaza, salah satu kota di Palestina sekarang.
[2] 150 Hijriyah

*****

Baca juga semua artikel di bawah ini:

Thursday 20 September 2012

Blog Abu Furqan

Blog Abu Furqan


Ikhtilaf Seputar Tertib Surah dalam Al-Qur’an

Posted: 19 Sep 2012 05:00 PM PDT

Sebagaimana yang kita ketahui, al-Qur'an terdiri atas 114 Surah yang berurutan, dimulai dari Surah Al-Fatihah dan diakhiri Surah An-Naas, sebagaimana yang tercantum dalam mushhaf. Namun, ternyata para ulama berbeda pendapat tentang susunan tertib surah-surah tersebut, apakah ia merupakan ketentuan langsung dari Allah dan Rasul-Nya (tauqifi) atau hanya merupakan susunan yang dibuat oleh para shahabat (ijtihadi) saat menulis mushhaf 'Utsmani di masa Khalifah 'Utsman ibn 'Affan radhiyallahu 'anhu.

Ada tiga pendapat ulama terkait persoalan ini, yaitu:

1. Seluruh Tertib Surah dalam Al-Qur'an Bersifat Tauqifi

As-Suyuthi menyatakan bahwa pendapat ini dikemukakan oleh sekelompok ulama, di antaranya al-Qadhi Abu Bakr dalam salah satu pendapatnya. Pendapat ini juga didukung oleh ulama kontemporer, Syaikh Manna' al-Qaththan dan Syaikh Muhammad 'Ali al-Hasan.

Menurut pendapat ini, tertib surah dalam Al-Qur'an seluruhnya bersifat tauqifi, diberitahu oleh Jibril kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdasarkan perintah Allah ta'ala. Ada beberapa argumentasi yang menguatkan pendapat ini:

a) Tidak ada seorang pun shahabat yang menentang penyusunan Al-Qur'an sesuai tertib mushhaf 'Utsmani. Mereka semua sepakat untuk menerima mushhaf 'Utsmani, sekaligus membakar mushhaf-mushhaf lain yang tidak sesuai dengan mushhaf 'Utsmani. Seandainya tertib surah hanya ijtihadi, tentu mereka akan membiarkan adanya mushhaf-mushhaf lain.

b) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca sebagian surah secara tertib pada saat Shalat. Ibn Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan al-mufashshal[1] dalam satu rakaat.

c) Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibn Mas'ud, beliau berkata tentang Surah Bani Israa-il, al-Kahf, Maryam, Thaha, dan al-Anbiya, "Sesungguhnya surah-surah ini termasuk yang diturunkan di Makkah, dan yang pertama-tama aku pelajari." Beliau menyebutkan urutan surah-surah tersebut sebagaimana urutannya yang dikenal sekarang.

d) al-Kirmani berkata, "Tertib surah seperti sekarang ini mengikuti tertib surah di sisi Allah –subhanahu wa ta'ala– di al-Lauh al-Mahfuzh. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ulang al-Qur'an di hadapan Jibril sekali setiap tahun saat mereka bertemu, dan beliau membaca ulang al-Qur'an di hadapan Jibril dua kali pada tahun wafatnya beliau, dan saat turun ayat terakhir, yaitu: وَاتَّقُوا يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّه, Jibril memerintahkan Nabi untuk meletakkannya di antara ayat riba dan ayat utang."

2. Seluruh Tertib Surah dalam Al-Qur'an Bersifat Ijtihadi

Menurut as-Suyuthi, ini adalah pendapat mayoritas 'ulama, diantaranya Malik dan al-Qadhi Abu Bakr dalam salah satu dari dua pendapatnya.

Pendapat ini menyatakan bahwa tertib surah yang terdapat di mushhaf 'Utsmani sekarang merupakan ijtihad dari para shahabat ridhwanullahi 'alaihim ajma'in, bukan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada beberapa argumentasi yang mendukung pendapat ini:

a) Fakta bahwa tertib surah pada mushhaf yang dimiliki oleh sebagian shahabat berbeda dengan tertib surah pada mushhaf 'Utsmani. Misalnya: (1) mushhaf 'Ali tertib surahnya mengikuti urutan turunnya surah-surah tersebut, dimulai dengan surah Iqra', lalu al-Mudatstsir, lalu Nun wal-Qalam, kemudian al-Muzammil, dan seterusnya; (2) mushhaf Ibn Mas'ud dimulai dengan surah al-Baqarah, lalu an-Nisaa', kemudian Ali 'Imran; (3) mushhaf Ubay dimulai dengan surah al-Fatihah, lalu al-Baqarah, lalu an-Nisaa', kemudian Ali 'Imran.

b) Ibnu 'Abbas berkata: saya bertanya kepada 'Utsman, "Apa yang mendorong Anda mengambil al-Anfaal yang termasuk al-matsaani[2] dan Baraa-ah yang termasuk al-mi'in[3], dan Anda menyambung keduanya, dan tidak menuliskan batas berupa bismillaahirrahmaanirrahiim. Dan Anda meletakkanya dalam as-sab'u ath-thiwal[4]?" Kemudian 'Utsman menjawab, "Turun kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam surah-surah yang memiliki bilangan ayat. Apabila ada ayat yang turun kepada beliau, beliau memanggil beberapa orang penulis wahyu dan berkata, 'Letakkanlah ayat ini pada surah yang di dalamnya terdapat ini dan ini.' Dan al-Anfaal merupakan salah satu surah yang pertama turun di Madinah, dan Baraa-ah termasuk yang terakhir diturunkan. Kisah dalam surah Baraa-ah serupa dengan kisah di surah al-Anfaal, sehingga saya menduga Baraa-ah adalah bagian dari al-Anfaal. Sampai wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau tidak menjelaskan kepada kami bahwa Baraa-ah termasuk bagian dari al-Anfaal. Oleh karena itu, saya menyambung dua surah tersebut, dan tidak menuliskan batas bismillaahirrahmaanirrahiim di antara keduanya, serta meletakkannya dalam as-sab'u ath-thiwal." (Dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasaai, Ibn Hibban dan al-Hakim).

3. Sebagian Tertib Surah dalam Al-Qur'an Bersifat Tauqifi, dan Sebagian Lagi Ijtihadi

Ada juga ulama yang menyatakan bahwa sebagian tertib surah dalam al-Qur'an bersifat tauqifi, sedangkan sebagian yang lain ijtihadi. Ini misalnya bisa dibaca dari pernyataan al-Hafizh Ibn Hajar berikut ini, "Tertib sebagian surah, atau sebagian besarnya, tidak dapat ditolak bersifat tauqifi." Untuk mendukung pendapatnya, beliau mengemukakan hadits Hudzaifah ats-Tsaqafi sebagai berikut, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada kami, 'Telah datang kepadaku waktu untuk membaca hizb (bagian) dari Al-Qur'an, dan aku tidak ingin keluar sebelum menyelesaikannya.' Kemudian kami bertanya kepada para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Bagaimana kalian membagi bacaan Al-Qur'an?' Mereka menjawab, 'Kami membaginya menjadi tiga surah, lima surah, tujuh surah, sembilan surah, tiga belas surah, dan bagian al-mufashshal dari Qaf sampai kami khatam.'" (Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud).

Mengomentari hadits ini, Ibn Hajar berkata, "Ini menunjukkan bahwa tertib surah-surah seperti dalam mushhaf sekarang adalah tertib surah pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Selanjutnya beliau berkata, "Dan mungkin juga tertib tersebut hanya pada bagian al-mufashshal saja, bukan yang lain."

Menurut az-Zurqani, pendapat ketiga ini merupakan pendapat yang paling baik dan didukung oleh ulama-ulama terkemuka. Hal ini menurut beliau karena merangkum dalil-dalil yang menunjukkan bahwa sebagian tertib surah memang bersifat tauqifi dan atsar dari Ibn 'Abbas yang menunjukkan tertib sebagian surah yang lain bersifat ijtihadi.

Kritik Syaikh Manna' al-Qaththan Terhadap Pendapat Kedua dan Ketiga

Syaikh Manna' al-Qaththan menyatakan bahwa pendapat yang kedua, yang menyatakan bahwa seluruh tertib surah berdasarkan ijtihad para shahabat, tidak bersandarkan pada suatu dalil. Ijtihad sebagian shahabat mengenai tertib surah dalam mushhaf mereka merupakan ikhtiar mereka sebelum Al-Qur'an dikumpulkan secara tertib. Dan ketika pada masa 'Utsman, Al-Qur'an dikumpulkan dan ditertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya pada satu huruf[5], dan umat menyepakati pengumpulan tersebut, para shahabat tersebut meninggalkan mushhaf-mushhaf yang ada pada mereka. Seandainya tertib surah merupakan hasil ijtihad, tentu mereka akan tetap berpegang pada mushhafnya masing-masing.

Mengenai riwayat dari Ibn 'Abbas tentang al-Anfaal dan at-Taubah (Baraa-ah), isnadnya –dalam seluruh jalur riwayatnya– berkisar pada Yazid al-Farisi, yang dimasukkan al-Bukhari dalam kategori adh-Dhu'afa. Dalam hadits ini juga terdapat kerancuan mengenai penempatan basmalah di awal setiap surah, seakan-akan 'Utsman menetapkannya menurut pendapatnya sendiri, dan meniadakannya juga menurut pendapatnya sendiri. Oleh karena itu, dalam komentarnya terhadap hadits tersebut dalam Musnad Imam Ahmad, Syaikh Ahmad Syakir menyatakan, "innahu hadiits laa ashla lahu".

Sedangkan mengenai pendapat ketiga, Syaikh Manna' al-Qaththan menyatakan bahwa dalil-dalilnya hanya terdapat pada nash-nash yang menunjukkan tertib tauqifi, sedangkan yang ijtihadi tidak bersandar pada dalil. Dan, ketetapan tauqifi dengan dalil-dalilnya tidak berarti yang selain itu merupakan hasil ijtihad.

*****

Bahan Bacaan:

1. Al-Itqaan fii 'Uluum al-Qur'an karya Imam as-Suyuthi (w. 911 H)

2. Manaahil al-'Irfaan fii 'Uluum al-Qur'an karya Syaikh Muhammad 'Abdul 'Azhim az-Zurqani (w. 1367 H)

3. Mabaahits fii 'Uluum al-Qur'an karya Syaikh Manna' ibn Khalil al-Qaththan (w. 1420 H)

4. Al-Manaar fii 'Uluum al-Qur'an Ma'a  Madkhal fii Ushuul al-Tafsiir wa Mashaadirih karya Syaikh Muhammad 'Ali al-Hasan


Catatan Kaki:

[1] Surah-surah pendek, yang terdapat di bagian akhir Mushhaf, dimulai dari surah Qaf atau al-Hujuraat, dan berakhir pada surah an-Naas. Dinamakan al-mufashshal karena banyaknya fashl (pemisahan) di antara surah-surah tersebut dengan basmalah.
[2] Surah-surah yang ayatnya kurang dari 100 ayat. Dinamakan al-matsaani karena surah-surah itu diulang-ulang bacaannya lebih banyak dari as-sab'u ath-thiwal dan al-mi'in.
[3] Surah-surah yang ayatnya lebih dari 100 ayat atau sekitar itu.
[4] Tujuh surah yang terpanjang, yaitu al-Baqarah, Ali 'Imraan, an-Nisaa', al-Maaidah, al-An'aam, al-A'raaf, sedangkan yang ketujuh terjadi perbedaan pendapat. Ada yang menyatakan al-Anfaal dan Baraa-ah, jika keduanya digabung, ada juga yang menyatakan surah Yunus.
[5] Satu huruf yang dimaksud di sini adalah satu dari tujuh huruf, di mana ulama sepakat bahwa Al-Qur'an diturunkan dalam tujuh huruf. Pembahasan tentang ini cukup panjang dalam kajian 'Ulumul Qur'an.

*****

Baca juga semua artikel di bawah ini:

Thursday 13 September 2012

Blog Abu Furqan

Blog Abu Furqan


Islam dan Terorisme

Posted: 12 Sep 2012 05:00 PM PDT

Begitu berat kehidupan umat Islam saat ini.
Sejak kecil dicekoki dengan pemikiran kufur.
Katanya, Islam adalah agama, sama dengan agama lainnya.
Ujungnya, seperti agama lainnya, Islam dianggap hanya punya ajaran ritual.
Silakan Anda shalat, puasa, mengeluarkan zakat dan berhaji.
Tapi, jangan sekali-sekali bicara formalisasi Syariah, jihad, apalagi negara Islam.

Begitu rendah umat Islam saat ini di mata musuh-musuhnya.
Umat Islam tak boleh membela diri jika diin-nya dihina.
Umat Islam harus lapang dada jika Nabinya dilecehkan.
Umat Islam harus toleran terhadap ajaran sesat sempalan penista Islam.
Jika umat Islam marah, ia dituduh radikal.
Jika umat Islam meradang, ia dituduh ekstrimis.
Jika umat Islam melawan, ia dituduh teroris.

Yang komitmen menjalankan dan memperjuangkan Islam kaffah,
dicap radikal, ekstrimis, teroris,
bahaya dan ancaman bagi bangsa dan negara.
Sebaliknya, yang fasiq dan ahli maksiat,
dianggap sebagai muslim toleran dan moderat,
disanjung puja, dielu-elukan sebagai muslim sejati.

Begitu kejam perlakuan musuh-musuh Islam terhadap umat Islam.
Setiap ada aksi terorisme, selalu umat Islam yang tertuduh.
Terorisme, versi mereka, selalu identik dengan Islam.
Pesantren dianggap sarang teroris,
masjid dicurigai tempat kaderisasi teroris,
bahkan, kitab tafsir al-Qur'an dijadikan barang bukti terorisme.

Padahal kita semua sudah tahu, merekalah teroris sebenarnya.
Negara Barat lah yang membunuhi jutaan orang tak bersalah,
di banyak perang yang mereka rekayasa.
Dan antek-antek mereka, para penguasa fasiq dan diktator,
menangkapi siapa saja yang coba melawan Barat,
membunuh setiap bibit kebangkitan Islam.
Merekalah teroris sebenarnya !!!

*****

Baca juga semua artikel di bawah ini:

Sunday 2 September 2012

Blog Abu Furqan

Blog Abu Furqan


Hukum Ikhtilath Antara Laki-Laki dan Perempuan

Posted: 01 Sep 2012 05:00 PM PDT

Ikhtilath atau campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram[1], menurut kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, hukumnya terbagi dua, ada yang haram dan ada yang dibolehkan.

Ikhtilath yang Diharamkan

Ikhtilath yang diharamkan adalah ikhtilath yang melanggar ketentuan-ketentuan Syari'ah, misalnya adalah:

1. Berduaannya (khalwat) laki-laki dan perempuan non mahram, apalagi jika disertai pandangan yang mengandung syahwat.

2. Si perempuan tidak bisa menjaga kesopanan sesuai tuntunan Syari'ah.

3. Main-main, bersenda gurau, dan saling bersentuhan badan.

Jika aktivitas ikhtilath mengandung aktivitas-aktivitas di atas atau yang semisalnya, maka ikhtilath tersebut hukumnya haram. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut ini:

قُل لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ

Artinya: "Katakanlah pada para laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka." (QS. An-Nuur [24]: 30)

وَقُل لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ

Artinya: "Katakanlah pada para perempuan yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka." (QS. An-Nuur [24]: 31)

وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ

Artinya: "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka." (QS. An-Nuur [24]: 31)

إِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ

Artinya: "Jika kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir." (QS. Al-Ahzab [33]: 53)

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Artinya: "Seorang laki-laki tidak boleh berduaan dengan seorang perempuan, karena yang ketiga (jika mereka berduaan) adalah syaithan." (HR. At-Tirmidzi)

يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ

Artinya: "Wahai Asma' (binti Abu Bakar), sesungguhnya perempuan jika telah baligh, tidak boleh kelihatan darinya kecuali ini dan ini. (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi isyarat pada wajah dan kedua tapak tangan beliau)." (HR. Abu Dawud)

Fuqaha pun telah sepakat akan keharaman seorang laki-laki menyentuh perempuan asing (non mahram)[2], kecuali laki-laki tersebut sudah tua dan tidak memiliki syahwat lagi terhadap perempuan. Yang juga dikecualikan dari keharaman ini adalah seorang dokter yang pada kondisi tertentu harus melihat dan menyentuh pasiennya, untuk menyelamatkan nyawa pasien tersebut atau untuk menghindarkannya dari penyakit yang bertambah parah.

Ikhtilath yang Dibolehkan

Dibolehkan ikhtilath antara laki-laki dan perempuan jika terdapat keperluan yang dibolehkan oleh Syari'ah, selama tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan Syari'ah seperti yang telah dijelaskan di atas. Berdasarkan hal ini, perempuan dibolehkan keluar rumah untuk shalat jamaah dan shalat 'id, bepergian untuk menunaikan ibadah haji, melakukan aktivitas jual beli dengan laki-laki, aktivitas ijarah, dan aktivitas-aktivitas lain yang dibolehkan oleh Syari'ah.

*****

Fakta yang menyedihkan, sebagian besar umat Islam Indonesia ternyata tak memperhatikan persoalan ikhtilath ini. Laki-laki dan perempuan bercampur baur hampir di seluruh sektor kehidupan, tanpa memperhatikan lagi ketentuan-ketentuan Syari'ah. Khalwat muda-mudi, canda tawa dan senda gurau laki-laki dan perempuan non mahram tanpa ada keperluan yang dibenarkan oleh Syari'ah, serta campur baur mereka di pesta perkawinan, ulang tahun, atau open house merupakan pemandangan umum di negeri ini. Ini adalah sebuah kemungkaran.


Catatan Kaki:
[1] Untuk pembahasan yang lebih lengkap, silakan baca kitab an-Nizham al-Ijtima'i fi al-Islam (Sistem Pergaulan Pria-Wanita dalam Islam) karya al-'Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah. Beberapa metode pendalilan dan kesimpulan hukum memang berbeda dengan yang dipaparkan oleh kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah di atas, namun secara global tidak berbeda.
[2] Yang lebih tepat mungkin adalah ini pendapat mayoritas fuqaha. An-Nabhani merupakan salah satu ulama yang tidak menyepakati keharaman aktivitas ini. Untuk mengetahui rincian pendapat beliau, silakan baca kitab an-Nizham al-Ijtima'i fi al-Islam.

*****

Baca juga semua artikel di bawah ini:

Saturday 1 September 2012

Blog Abu Furqan

Blog Abu Furqan


Download Murottal al-Qur’an al-Karim Syaikh ‘Abdurrahman as-Sudais

Posted: 31 Aug 2012 05:00 PM PDT

Bagi Anda yang pernah mendengar bacaan al-Qur’an dari imam Masjidil Haram, Makkah al-Mukarramah, mungkin yang Anda dengar adalah bacaan dari Syaikh ‘Abdurrahman as-Sudais. Dengan suara khas yang beliau miliki, dan penghayatan bacaan al-Qur’an yang begitu menyentuh qalbu, wajar jika rekaman murottal al-Qur’an beliau menjadi salah satu yang paling dicari oleh kaum muslimin di seluruh dunia.

Syaikh ‘Abdurrahman as-Sudais atau nama lengkapnya Abu ‘Abdil ‘Aziz ‘Abdurrahman ibn ‘Abdil ‘Aziz ibn ‘Abdillah ibn Muhammad ibn ‘Abdil ‘Aziz ibn Muhammad ibn ‘Abdillah as-Sudais, lahir di Riyadh, Arab Saudi, pada tahun 1382 H. Beliau meraih gelar doktor di Fakultas Syari’ah, Universitas Ummul Qura’, pada tahun 1416 H.

Syaikh as-Sudais hafal al-Qur’an pada usia 12 tahun, dan menjadi imam dan khatib di Masjidil Haram sejak tahun 1404 H, saat beliau berusia 22 tahun. Selain menjadi imam dan khatib di Masjidil Haram, beliau saat ini juga menjadi ketua umum (الرئيس العام) pengelola Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, menjadi profesor di Jurusan Syari’ah, Fakultas Syari’ah dan Ilmu-Ilmu Keislaman, Universitas Ummul Qura’, Makkah al-Mukarramah, dan sederet jabatan-jabatan penting lainnya. (Sumber: http://www.alsudays.com/page.php?do=show&action=alsudays dan http://ar.wikipedia.org/wiki/عبد_الرحمن_السديس)

Silakan download mp3 murottal al-Qur'an al-Karim Syaikh ‘Abdurrahman as-Sudais 30 juz lengkap, riwayat Hafsh dari 'Ashim, berikut ini:

001. الفاتحة (download di sini) ; 002. البقرة (download di sini) ; 003. آل عمران (download di sini) ; 004. النساء (download di sini) ; 005. المائدة (download di sini) ; 006. الأنعام (download di sini) ; 007. الأعراف (download di sini) ; 008. الأنفال (download di sini) ; 009. التوبة (download di sini) ; 010. يونس (download di sini) ; 011. هود (download di sini) ; 012. يوسف (download di sini) ; 013. الرعد (download di sini) ; 014. إبراهيم (download di sini) ; 015. الحجر (download di sini) ; 016. النحل (download di sini) ; 017. الإسراء (download di sini) ; 018. الكهف (download di sini)

019. مريم (download di sini) ; 020. طه (download di sini) ; 021. الأنبياء (download di sini) ; 022. الحج (download di sini) ; 023. المؤمنون (download di sini) ; 024. النّور (download di sini) ; 025. الفرقان (download di sini) ; 026. الشعراء (download di sini) ; 027. النمل (download di sini) ; 028. القصص (download di sini) ; 029. العنكبوت (download di sini) ; 030. الروم (download di sini) ; 031. لقمان (download di sini) ; 032. السجدة (download di sini) ; 033. الأحزاب (download di sini) ; 034. سبأ (download di sini) ; 035. فاطر (download di sini) ; 036. يس (download di sini)

037. الصافات (download di sini) ; 038. ص (download di sini) ; 039. الزمر (download di sini) ; 040. غافر (download di sini) ; 041. فصّلت (download di sini) ; 042. الشورى (download di sini) ; 043. الزخرف (download di sini) ; 044. الدخان (download di sini) ; 045. الجاثية (download di sini) ; 046. الأحقاف (download di sini) ; 047. محمد (download di sini) ; 048. الفتح (download di sini) ; 049. الحجرات (download di sini) ; 050. ق (download di sini) ; 051. الذاريات (download di sini) ; 052. الطور (download di sini) ; 053. النجم (download di sini) ; 054. القمر (download di sini)

055. الرحمن (download di sini) ; 056. الواقعة (download di sini) ; 057. الحديد (download di sini) ; 058. المجادلة (download di sini) ; 059. الحشر (download di sini) ; 060. الممتحنة (download di sini) ; 061. الصف (download di sini) ; 062. الجمعة (download di sini) ; 063. المنافقون (download di sini) ; 064. التغابن (download di sini) ; 065. الطلاق (download di sini) ; 066. التحريم (download di sini) ; 067. الملك (download di sini) ; 068. القلم (download di sini) ; 069. الحاقة (download di sini) ; 070. المعارج (download di sini) ; 071. نوح (download di sini) ; 072. الجن (download di sini)

073. المزمل (download di sini) ; 074. المدثر (download di sini) ; 075. القيامة (download di sini) ; 076. الإنسان (download di sini) ; 077. المرسلات (download di sini) ; 078. النبأ (download di sini) ; 079. النازعات (download di sini) ; 080. عبس (download di sini) ; 081. التكوير (download di sini) ; 082. الإنفطار (download di sini) ; 083. المطففين (download di sini) ; 084. الإنشقاق (download di sini) ; 085. البروج (download di sini) ; 086. الطارق (download di sini) ; 087. الأعلى (download di sini) ; 088. الغاشية (download di sini) ; 089. الفجر (download di sini) ; 090. البلد (download di sini)

091. الشمس (download di sini) ; 092. الليل (download di sini) ; 093. الضحى (download di sini) ; 094. الشرح (download di sini) ; 095. التين (download di sini) ; 096. العلق (download di sini) ; 097. القدر (download di sini) ; 098. البينة (download di sini) ; 099. الزلزلة (download di sini) ; 100. العاديات (download di sini) ; 101. القارعة (download di sini) ; 102. التكاثر (download di sini) ; 103. العصر (download di sini) ; 104. الهمزة (download di sini) ; 105. الفيل (download di sini) ; 106. قريش (download di sini) ; 107. الماعون (download di sini) ; 108. الكوثر (download di sini)

109. الكافرون (download di sini) ; 110. النصر (download di sini) ; 111. المسد (download di sini) ; 112. الإخلاص (download di sini) ; 113. الفلق (download di sini) ; 114. الناس (download di sini)

Keterangan: klik kanan ‘download di sini’, kemudian save as.

Semoga bermanfaat.

Terima kasih untuk: mp3quran.net

*****

Baca juga semua artikel di bawah ini: