Sunday 2 September 2012

Blog Abu Furqan

Blog Abu Furqan


Hukum Ikhtilath Antara Laki-Laki dan Perempuan

Posted: 01 Sep 2012 05:00 PM PDT

Ikhtilath atau campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram[1], menurut kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, hukumnya terbagi dua, ada yang haram dan ada yang dibolehkan.

Ikhtilath yang Diharamkan

Ikhtilath yang diharamkan adalah ikhtilath yang melanggar ketentuan-ketentuan Syari'ah, misalnya adalah:

1. Berduaannya (khalwat) laki-laki dan perempuan non mahram, apalagi jika disertai pandangan yang mengandung syahwat.

2. Si perempuan tidak bisa menjaga kesopanan sesuai tuntunan Syari'ah.

3. Main-main, bersenda gurau, dan saling bersentuhan badan.

Jika aktivitas ikhtilath mengandung aktivitas-aktivitas di atas atau yang semisalnya, maka ikhtilath tersebut hukumnya haram. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut ini:

قُل لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ

Artinya: "Katakanlah pada para laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka." (QS. An-Nuur [24]: 30)

وَقُل لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ

Artinya: "Katakanlah pada para perempuan yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka." (QS. An-Nuur [24]: 31)

وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ

Artinya: "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka." (QS. An-Nuur [24]: 31)

إِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ

Artinya: "Jika kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir." (QS. Al-Ahzab [33]: 53)

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Artinya: "Seorang laki-laki tidak boleh berduaan dengan seorang perempuan, karena yang ketiga (jika mereka berduaan) adalah syaithan." (HR. At-Tirmidzi)

يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ

Artinya: "Wahai Asma' (binti Abu Bakar), sesungguhnya perempuan jika telah baligh, tidak boleh kelihatan darinya kecuali ini dan ini. (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi isyarat pada wajah dan kedua tapak tangan beliau)." (HR. Abu Dawud)

Fuqaha pun telah sepakat akan keharaman seorang laki-laki menyentuh perempuan asing (non mahram)[2], kecuali laki-laki tersebut sudah tua dan tidak memiliki syahwat lagi terhadap perempuan. Yang juga dikecualikan dari keharaman ini adalah seorang dokter yang pada kondisi tertentu harus melihat dan menyentuh pasiennya, untuk menyelamatkan nyawa pasien tersebut atau untuk menghindarkannya dari penyakit yang bertambah parah.

Ikhtilath yang Dibolehkan

Dibolehkan ikhtilath antara laki-laki dan perempuan jika terdapat keperluan yang dibolehkan oleh Syari'ah, selama tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan Syari'ah seperti yang telah dijelaskan di atas. Berdasarkan hal ini, perempuan dibolehkan keluar rumah untuk shalat jamaah dan shalat 'id, bepergian untuk menunaikan ibadah haji, melakukan aktivitas jual beli dengan laki-laki, aktivitas ijarah, dan aktivitas-aktivitas lain yang dibolehkan oleh Syari'ah.

*****

Fakta yang menyedihkan, sebagian besar umat Islam Indonesia ternyata tak memperhatikan persoalan ikhtilath ini. Laki-laki dan perempuan bercampur baur hampir di seluruh sektor kehidupan, tanpa memperhatikan lagi ketentuan-ketentuan Syari'ah. Khalwat muda-mudi, canda tawa dan senda gurau laki-laki dan perempuan non mahram tanpa ada keperluan yang dibenarkan oleh Syari'ah, serta campur baur mereka di pesta perkawinan, ulang tahun, atau open house merupakan pemandangan umum di negeri ini. Ini adalah sebuah kemungkaran.


Catatan Kaki:
[1] Untuk pembahasan yang lebih lengkap, silakan baca kitab an-Nizham al-Ijtima'i fi al-Islam (Sistem Pergaulan Pria-Wanita dalam Islam) karya al-'Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah. Beberapa metode pendalilan dan kesimpulan hukum memang berbeda dengan yang dipaparkan oleh kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah di atas, namun secara global tidak berbeda.
[2] Yang lebih tepat mungkin adalah ini pendapat mayoritas fuqaha. An-Nabhani merupakan salah satu ulama yang tidak menyepakati keharaman aktivitas ini. Untuk mengetahui rincian pendapat beliau, silakan baca kitab an-Nizham al-Ijtima'i fi al-Islam.

*****

Baca juga semua artikel di bawah ini:

No comments:

Post a Comment